Di sebuah kota, hiduplah seorang saudagar kaya namun tamak yang
bernama An Li. Suatu hari, saat An Li sedang berjalan-jalan, ia mendengar percakapan
dua penduduk desa.
"Menurut cerita, di dalam hutan
itu, ada sebuah bukit sakti.
Bukit itu bisa melipat-gandakan kekayaan …"
An Li penasaran. Ia terus menguping
sampai akhirnya ia tahu di mana letak bukit yang dibicarakan kedua orang itu.
Tanpa membuang waktu, An Li
segera pergi ke bukit sakti
itu. Ia
pergi ke hutan yang terletak di tepi kota itu. Belum lama ia masuk ke
hutan itu, tiba-tiba muncullah seorang pertapa tua di hadapan An Li.
"Pertapa
tua, betulkah ada bukit sakti
di dalam
hutan ini?" tanya An Li. Pertapa itu langsung
menjelaskan. "Bukit itu akan segera kau temukan begitu aku pergi.
Dakilah bukit itu. Di sana
terdapat empat tangkai mawar biru.
Kau hanya boleh memetik satu tangkai.Jangan berbalik ke mawar yang sudah kau lewati! Ingatlah pesanku. Keserakahan
akan menghancurkanmu. Menyesal
tak ada gunanya," lanjutnya lalu menghilang.
Pada saat itu juga, muncul sebuah bukit hijau di hadapan An Li. Saudagar itu agak takut. Namun, ia mengikuti petunjuk pertapa tua tadi.
Setelah An Li mendaki, ia menemukan setangkai mawar biru yang tumbuh
di tanah. An Li
segera mendekat. Saat jemari An
Li menyentuh
helai mahkota mawar tersebut, muncullah
peri kecil.
Sambil tersenyum sang Peri berkata
lembut,"An Li, bila kau memetik mawar ini, maka hartamu akan berlipat lima kali. Kau akan menjadi orang terkaya di kotamu."
"Ah, tanpa memetik
kau pun, aku sudah menjadi
orang terkaya di kotaku, " An Li pun meninggalkan mawar pertama.
Beberapa saat kemudian, An Li menemukan mawar kedua.
"Mawar kedua ini akan membuatmu menjadi orang terkaya di
seluruh negeri, An Li," Ucap peri penjaga
mawar itu.
"Huh, tanpa mawar ini pun sebentar
lagi aku pasti bisa melebihi
kekayaan Kaisar
Chen," jawab An Li sombong
lalu melanjutkan perjalanannya.
Lalu sampailah An Li pada mawar ketiga. Muncul peri yang berkata, "Petiklah mawar ketiga ini, An Li. Kau akan menjadi orang
terkaya di pulau."
"Mawar pertama membuatku
menjadi orang terkaya di kota.
Mawar kedua membuatku menjadi orang terkaya di negeri. Mawar ketiga ini
membuatku menjadi orang terkaya di pulau. Hahaha berarti mawar keempat akan
membuatku menjadi orang terkaya di dunia!" ucap An Li penuh ketamakan.
Ia lalu bertekad menemukan mawar keempat. An Li berlari penuh
semangat mencari mawar keempat.
Setelah mendaki cukup lama, barulah mawar keempat terlihat. An Li segera mendekat. Dengan penuh ketamakan, tangan
An Li
mencabut mawar itu hingga ke
akar-akarnya.
Anehnya, pada saat tangannya menggenggam mawar tersebut. Warna biru mawar itu langsung berubah menjadi hitam.
Bersamaan dengan itu, muncul peri penjaga mawar keempat. Wajahnya sangat mengerikan.
"Ingatlah An Li, ketamakan dan rasa tidak puas hanya akan menghancurkanmu!
Dengan memetik mawar ini, terlihat
betapa tamaknya engkau! Tahukah kau apa yang akan
mawar ini berikan untukmu jika
kau memetiknya?"
tanya sang peri penuh kemarahan.
"Aku akan menjadi orang
terkaya di dunia
kan?" tanya An Li gugup.
"Tidak akan! Mawar
keempat
yang telanjur
kau petik
itu akan
membuatmu menjadi orang paling
miskin di dunia. Hartamu akan habis!
Terimalah akibat dari ketamakanmu, An Li!" seru sang Peri.Ucapan tersebut seketika membuat An Li berada di kotanya sendiri.
"Malangnya nasib Tuan An Li. Baru tadi pagi kudengar
empat kapal dagangnya
tenggelam. Kini rumah dan hartanya terbakar
habis. Bahkan kereta kudanya juga
dirampok tadi siang!" sayup-sayup An Li mendengar persakapan sekelompok penduduk
kota.
"Hei, lihat! Pengemis itu mirip sekali dengan Tuan An Li!" seru seorang anak kecil kepada temannya, saat ia melihat
An Li.
An Li langsung melihat
dirinya sendiri. Benar saja. Baju yang kini ia pakai sudah
compang-camping. An Li terjatuh lemas. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya saat ini. Andai saja mawar pertama, kedua, dan ketiga membuatnya puas.
Andai saja ia tidak
mendengarkan percakapan tentang harta yang bisa dilipatgandakan… Andai saja ia tak tamak.
Memang benar apa yang dikatakan sang Pertapa Tua. Tak ada gunanya menyesal. Semua ini terjadi karena ia tak pernah puas dan bersyukur
atas apa yang ia miliki.
Sumber: Bobo,
22 Februari 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar